بسم
الله الرحمن الرحيم
الحمد
لله رب العالمين باعث الرسول صلواته ,وسلامه عليهم إلى المكلفين أحمده على جميع
نعمه و أسأله المزيد من فضله وكرمة وأشهد أن لاإله إلاالله الواحد القاهر وأشهد أن
سيدنا محمدا عبده ورسوله صلواته وسلامه عليه وعلى سائر النبيين والمرسلين واله كلٍ
وسائر الصالحين.
Rasullullah
SAW bersabda “Barang siapa dari umatku yang hafal 40 hadist dari urusan agama,
maka Allah menjadikannya dalam golongan orang – orang faqih dan orang – orang
alim” berangkat dari hadist diatas banyak sekali ulama yang mengumpulkan 40
hadist, dari banyaknya Imam Nawawi berkata dalam muqoddimahnya “Hingga tak
terhitung “ walaupun hadist diatas sanadnya dhoif(lemah dalam periwayatannya)
hingga tak layak dijadikan untuk sumber hukum, tapi ulama bersepakat dalam
bolehnya pengamalan hadist dhoif untuk tambahan awal maka dari itu jangan
dengarkan mereka yang mengharamkan suatu ritual keagamaan dengan alas an
hadistnya dhoif atau lemah, buktinya ulama sekaliber Imam Nawawi dan ulama
lainnya yang juga para pakar hadist membolehkan pengamalannya bahkan
mengamalkan hadist dhoif.
Dalam pengumpulan hadist, Imam
Nawawi melakukan hal yang berbeda dari ulama lainnya yang mengumpulkan hadist
dengan satu tema ada yang mengumpulkan 40 hadist dalam persoalan pokok – pokok
agama saja, ada yang cabang – cabangnya saja, ada yang jihad saja dan lain –
lain, tetapi Imam Nawawi merangkainya dengan berbagai tema yang mencakup
semuannya bahkan tiap hadistnya adalah qaidah asal dan qaidah – qaidah agama
yang ulama berkomentar tentang hadist – hadist itu adalah ruang lingkup agama
atau setengahnya agama dan berbagai komentar lainnya, Imam Nawawi juga berupaya
menyaring setiap hadist yang masuk dalam kitabnya hanya hadist dengan derajat
shohih (hadist dengan derajat tertinggi) sehingga bila kita perhatikan Imam
Bukhori dan Imam Muslim mendominasi periwayatan kumpulan hadist – hadist ini,
beliau juga tidak mencantumkan sanad – sanadnya agar mudah dihafal dan lebih
merata manfaatnya.
" الحديث الأول "
عن
أبى حفص عمر بن خطاب رضى الله عنهما قال سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول :
إِنَّماَ الأَعْمَالُ بِالنِّيَات , وَ إِنَّمَا لِكُلِ اْمرئٍ ما نوى ,فمن كانت هِجْرَتُه
الى الله ورسولِه فَهِجْرَتُه الى اللهِ ورسولِهِ ومن كانت هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا
يُصِيْبُهَا أو امرَأَةٍ يُنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إلِىَ مَا هَاجَرَ إِليْهِ .
رواه البحارى والمسلم
Hadist pertama dalam kitab Arbain
Nawawiyah dari sahabat nabi SAW. Sayyidina Umar bin Khottob Ra, beliau adalah
orang pertama yang disandangkan gelar Al-Amirul Mukminin, banyak pendapat yang
menyebutkan asal mula gelar itu, salah satunya karena pada suatu hari beliau
berkata “kalian adalah orang – orang mukmin dan aku pemimpinnya” kemudian yang lainnya berkata “kalau begitu
anda adalah pemimpin orang – orang mukmin”, dalam bahasa arab pemimpin -
pemimpin orang mukmin adalah Al –Amirul Mukminin, sedangkan nasab Sayyidina
Umar bin Khottob bersambung dengan nasab Nabi SAW di bapak ke delapan Ka’ab bin
Lu’ay Al-Adawi Al-Quraisy.
Hadis ini adalah pilar besar syariat
islam, hadis ini menjadi sebab hukum wajibnya niat di hamper semua ibadah,
menerangkan juga bahwasannya setiap amal seseorang tergantung pada niatnya,
hingga terkadang satu jenis ibadah tapi berbeda pahalanya, seperti dua orang
imam yang shalat berjamaah yang satunya niat menjadi imam dan yang lainnya
tidak niat menjadi imam maka yang pertama mendapat pahala dan keutamaan
berjama’ah dan satunya hanya mendapatkan pahala shalatnya saja, padahal
kedua-duanya melakukan shalat yang sama dalam rakaat yang sama dan masih banyak
contoh lainnya.
Dalam kitab futuhat wahbiyyah syarh
dari arba’in an- nawawiyyah karya syekh Ibrahim bin mar’iy bin ‘athiyyah menjelaskan maksud dari sabda
beliau SAW “barang siapa yang berhijrah pada allah dan rasulnya maka hijrahnya
kepada allah dan rasulnya” maksudnya siapapun yang berhijrah untuk allah dan
rasulnya maka hijrahnya diterima oleh allah dan rasulnya,
“Hijrah” secara bahasa berarti
“Tark” yaitu meninggalkan, sementara secara pemahaman agana ialah melepas diri
dari kekafiran dan memeluk agama islam, haqiqatnya adalah melepas diri dari yang dibenci allah menuju yang disenanginya /
diridhoinya, dalam dunia islam hijrah ada dua segi, yang pertama pindah dari
tempat yang menakutkan, menuju tempat yang aman seperti yang terjadi di zaman
nabi SAW, hijrah ke habasyah untuk mencari keamanan karena takut didholimi bila
terus berada di makkah dan hijrah dari makkah menuju madinah untuk menyatukan
kekuatan dan membangun kerajaan islam disana, yang kedua adalah hijrah dari
kekafiran menuju keislaman seperti yang disinggung sebelumnya.
Berlandasan hadist ini mari kita
cantumkan niat – niat baik kita pada amal – amal kita, tiap makan dan minum
jangan lupa niatkan untuk memperkuat ibadah, tiap masuk masjid jangan lupa
niatkan I’tikaf, tiap tidur jangan lupa niatkan agar bisa beribadah di hari
esok, bila rekreasi atau liburan niatkan untuk mendinginkan pikiran dan melepas
kepenatan agar bisa beribadah dengan pikiran yang sehat dan segar, dan pasang
niat baik pada setiap aktivitas kita, walaupun semua itu mubah akan berpahala
bila di niatkan ibadah seperti yang di sebutkan Imam Husein bin Ahmad
Al-Arsalan dalam Shofwatu Zubad,
لَكِنْ
اِذَا نَوَى فِى أَكْلِهِ القُوَى # لِطاَعَةِ الله لَهُ مَا قَدْ نَوَى
Artinya
: Akan tetapi bila ia niatkan dalam maknanya (amal yang mubah) kuat untuk taat
pada Allah SWT, maka ia akan diganjar sesuai dengan niatnya.
Penulis : Miqdad Basalamah (Menteri Ekonomi BEM INI DALWA)